Senin, 16 Mei 2016

E-7A Wedgetail, Stasiun Radar Terbang Perisai Ruang Udara Australia

Bisa dibilang Boeing adalah manufaktur pesawat yang beruntung, di segmen pesawat komersial, Ia masih jadi raja. Mengandalkan basis pesawat komersial, Boeing juga sukses menelurkan beberapa pesawat intai maritim dan pesawat AEW&C (Airborne Early Warning and Control System) yang paling laris di dunia. TNI AU pun sampai saat ini masih setia menggunakan Boeing 737 200 yang dilengkapi radar SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multi Mission Radar) buatan Motorola untuk meronda lautan NKRI.




Tapi Indonesia tak sendiri sebagai pengguna platform Boeing, khususnya Boeing 737 untuk tugas-tugas pengintaian. Bergeser ke selatan Indonesia, Australia rupanya juga mengikuti ‘jejak’ RI yang sudah lebih dulu menggunakan Boeing 737 Surveillance. Meski proteksi ruang udara Auatralia begitu kuat, sebut saja ada radar Jindalee (over the horizon radar) yang bisa meng-cover radius 3.000 Km, tapi toh Australia merasa perlu untuk membentengi teritori dengan ‘sesuatu’ yang lebih reliable dan mendukung operasi intai secara dinamis. Maklum doktrin Australia juga masih mematok potensi ancaman terbesar berasal dari Utara.

Sebagai negara sekutu AS di Selatan, jelas Australia mendapat sejumlah kemudahan untuk mendatang peralatan tempur heavy. Dalam konteksi pesawat intai, 15 unit P-8A Poseidon sudah di order, dengan basis Boeing 737-800, Poseidon hingga kini disebut sebagai pesawat intai maritim paling canggih di dunia. Poseidon juga mampu melaksanakan misi ofensif, pasalnya dapat membawa rudal anti kapal, ranjau laut dan torpedo. Menurut rencana, P-8A Poseidon pesanan RAAF (Royal Australian Air Force) akan diterima pada periode 2017 – 2020.

Bila Poseidon masih tahun depan hadir, faktanya sejak tahun 2005 RAAF juga sudah menggunakan Boeing 737 Wedgetail AEW&. Sebanyak enam unit Boeing 737 Wedgetail kini telah memperkuat AU Australia. Sesuai dengan kode resmi sebagai pesawat intai keluaran AS, pesawat ini juga populer disebut E-7A Wedgetail. Fungsinya lebih sebagai stasiun radar udara, berbeda dengan P-8A Poseidon yang lebih fokus melihat dan membedah medan di lautan. Meski harus diakui ada beberapa perangkat yang punya kesamaan fungsi.

Resminya E-7A Wedgetail diorder pada tahun 2000, AEW&C (Airborne Early Warning and Control System) mini buatan Boeing ini sudah uji terbang sejak Mei 2004. E-7A memang pasif, tak bisa digunakan untuk tindakan ofensif, namun cukup layak untuk menjaga wilayah udara dari upaya penyusupan pesawat atau kapal asing. Meski bersifat pasif, E-7A Wedgetail dapat melancarkan serangan elektronik, berupa jamming.

E-7A Wedgetail mengadopsi platform pesawat komersial Boeing 737-700. Dari segi kemampuan, bisa disebut antara Wedgetail dan E-3 Sentry – AWACS andalan AU AS adalah setara. Peran pesawat ini terbilang strategis, dalam palagan pertempuran, fungsi pesawat juga digunakan sebagai “dirigen” operasu udara. Dari kabin pesawat, pimpinan komando mandala dapat mengendalikan operasi pesawat-pesawat tempurnya, menyesuaikan diri dengan data lapangan yang terpantau oleh beragam perangkat intai elektronis.

Bertindak perannya sebagai stasiun radar terbang, E-7A Wedgetail dilengkapi struktur radar yang berukuran besar pada bagian punuk pesawat. Radar ini dapat diset untuk mendeteksi seluruh penerbangan sipil dan militer dalam radius 600 Km (look up mode) dan 370 Km (look down mode) dari posisi yang sangat strategis. Disebut posisi yang strategis karena dalam tugas-tugasnya pesawat ini akan memantau dari ketinggian 30.000 – 40.000 kaki, jelas posisi yang tak akan mungkin didapat jika menggunakan radar di darat (ground radar).
Jika ground radar hanya dapat melacak penerbangan sebatas yang tampak di atas cakrawala, maka radar di E-7A Wedgetail mampu mendeteksi obyek hingga radius yang lebih jauh. Dengan demikian, jika radar darat hanya biasa terpeerdaya oleh penyusup-penyusup asing yang terbang rendah, maka semua itu tak berlaku bagi radar terbang. Pesawat tempur/pembom dan kapal perang yang berkualifikasi stealth pun dapat dideteksi dengan lebih mudah lewat airborne radar ini. Semua dapat dideteksi dan diikuti jalur dan arah perjalanannya.

MESA (Multi Role Electronically Scanned Array)
Radar pada punuk Boeing 737 Wedgetail populer disebut radar MESA (Multi Role Electronically Scanned Array). Sesuai dengan namanya, piranti elektronik ini mampu memindai 180 obyek secara simultan, dan memilah-milahnya, mana yang dikenal dan mana yang masuk kategori black flight. Peran ini juga dikenal sebagai intai udara (surveillance) lewat dukungan fitur IFF (Identification Friend or Foe), bahkan sensor yang ada di pesawat dapat memilah-milah frekuensi radio yang saling tumpang tindih. Radar MESA beroperasi dalam gelombang I-band, yakni pada frekuensi 1,215 – 1,4 Ghz.

Struktur radar MESA secara umum dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bilah tegak yang berfungsi untuk meng-cover obyek atau sasaran yang ada di sebelah kanan atau kiri pesawat. Kemudian bagian kedua, bilah yang ditanam melintang diatas bilah tegak, fungsinya adalah untuk meng-cover obyek dan sasaran yang ada di depan dan belalang pesawat.
Radar MESA pada Boeing 737 Wedgetail dipasok oleh Northrop Grumman, oleh pembuatnya radar ini disebut punya sejumlah keunggulan dibanding rada-radar berbentuk piring yang biasa dipakai pada pesawat AWACS jenis terdahulu. Disebutkan radar MESA ini sebagai temuan terbaru yang lebih reliable. Northrop Grumman berpendapat karena telah mengeliminir bagian yang paling rentan mengalami kerusakan, yakni rotor pemutar piringan radar yang dipakai pada pesawat AWACS jenis E-2 Hawkeye dan E-3 Sentry. Inilah alasan utama mengapa radar MESA dibentuk tegak, mirip topi.
Tanpa komponen yang bergerak (berputar), MESA akan lebih lebih realiable dalam menggunakannya. Dalam Boeing 737 Wedgetail, Nortrop Grumman juga memasok sistem Nemesis Dirrectional Infrared Countermeasures (DIRCM) tipe AN/AAQ-24 (V).

Meski dari sosok E-7A Wedgetail nampak lebih kecil dari E-3 Sentry yang mengadopsi basis pesawat angkut jarak jauh Boeing 707. Namun, menurut pihak Boeing, ukuran badan pesawat bukan rujukan kecanggihan pesawat. Pihak Boeing menyebut, sistem radar dan sensor yang ada di Boeing 737 Wedgetail sudah jauh lebih maju dari E-2 Hawkeye dan E-3 Sentry.

Pemerintah Australia meneken kontrak pengadaan AEW&C berbasis Boeing 737 pada Desember 2000. Proyek ini diberi label Wedgetail , yakni salah satu burung khas negara benua ini. Selain Boeing ditunjuk sebagai kontraktor utama, Divisi Sistem dan Sensor Elektronik, Northrop Grumman, BAE System Australia, Boeing Australia Limited, diangkat sebagaiu mitra pendukung proyek ini.
Pemerintah Australia terlihat serius melibatkan industri dirgantaranya dalam proyek Wedgtail. Boeing Australia, dalam hal ditempatkan sebagai penyuplai sistem engineering dan dukungan produk. BAE System Australia diminta menduduki posisi sebagai penyedia sistem Electronic Support Measures dan perangkat proteksi perang elektronik. Sementara urusan perawatan pesawat, diserahkan kepada maskapai Qantas Airways. Khusus ESM dan protektior perang elektronik, BAE Australia juga melibatkan Elta Electronics dari Israel. Selain Australia, E-7A kini juga dioperasikan oleh Turki dan Korea Selatan.

Mirip GlobalEye dan Swordfish
Serupa tapi tentu tidak sama, racikan kombinasi intai antara E-7A Wedgetail dan P-8A Poseidon langsung mengingatkan pada pesawat intai dari Saab, yakni GlobalEye dan Swordfish. GlobalEye yang dilengkapi radar di bagian punuk, berperan sebagai pesawat AEW&C. GlobalEye tidak menggunakan radar MESA, tapi radar AESA (Active Electronically Scanned Array) juga dirancang untuk bisa diadaptasi untuk platform pesawat jenis lain. Sementara Swordfish perannya lebih mirip P-8A Poseidon, pesawat intai maritim dengan kemampuan ofensif.
Baik GlobalEye dan Swordfish dibangun dari platform jet Global 6000 buatan Bombardier, Kanada. Global 6000 punya kemampuan terbang jarak jauh. Dari spesifikasinya, Global 6000 sanggup terbang sejauh 6.000 nautical mile (setara 11.112 km) pada kecepatan jelajah Mach 0,85. Dalam implementasinya sebagai GlobalEye, pesawat ini sanggup mengudara selama lebih dari 11 jam non stop. Pesawat ini juga sanggup lepas landas dan mendarat di bandara kecil, hanya dibutuhkan landas pacu kurang dari 2 km. (Gilang Perdana)
SPESIFIKASI E-7A WEDGETAIL :

Crew: Pilot, co-pilot and airborne electronics analysts and mission specialists (10 person)
Engine: 2x CFM International CFM56-7 turbofans (27,300 lb thrust each)
Length: 33,6 meter
Height: 12,6 meter
Wingspan: 34,3 meter
Weight Maximum take-off weight: 77.565 kg
Maximum landing weight: 60.782 kg
Speed: Maximum 955 km/h, cruise 760 km/h
Range: 7.040 km
Ceiling: 12.500 meter
Equipment
Communication systems: including HF, VHF, UHF, Link-11, Link-16, UHF SATCOM and ICS


Sumber : TSM/IM

http://radarmiliter.blogspot.com/2016/05/e-7a-wedgetail-stasiun-radar-terbang.html


EmoticonEmoticon