Namanya Rohmi Abdul Halim. Dia adalah kakak kandungku. Sedari kecil dia dididik oleh Ayahanda kami dengan pola pendidikan madrasah dan pesantren. Dimulai dari pendidikan di Yayasan Sunniyyah Selo Tawangharjo Grobogan, serta Pondok Pesantren Al-Hidayah Tawangharjo Grobogan, lalu melanjutkan ke Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang. Di pondok pesantren inilah dia belajar dan berkhidmah kepada KH.Maimun Zubair, Ketua Majelis Syari’ah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
“Yo ben ono santri sing dadi kiaine tentara. Tak pangestoni, (Ya biar ada santri yang menjadi kiainya para tentara. Saya restui,)” jawab Mbah Mun, panggilan KH. Maimun Zubair.
Dengan restu dari Mbah Mun, akhirnya Ayahanda mengizinkan kakakku itu mengabdikan diri di ranah militer. Dia pun akhirnya bergabung bersama para tentara di satuan Artileri Medan (Armed). Memang benar, ada banyak jalan untuk menebarkan ilmu dan berdakwah. Ada yang menjadi tentara, polisi, pegawai kantoran, pedagang, ustadz, kiai, dan sebagainya.
Sebagai penyemangat dan inspirator untuk kita semua, NU Online mewartakan sekilas kiprah kakak saya yang konsisten di dunia militer dan tetap aktif menjadi guru mengaji di madrasah. Berikut reportasenya.
Grobogan, NUOnline
Mengabdi pada negara tak berarti tak memiliki waktu untuk mendedikasikan diri pada agama. Kali ini, NU Online menelusuri Madrasah Diniyyah Al-Hidayah Dusun Plumbungan, Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Di madrasah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif ini, NU Online menemui sosok tentara Angkatan Darat yang masih bisa meluangkan waktu siangnya untuk mengajar Madarasah Diniyyah. Rohmi Abdul Halim, itulah nama lengkapnya.
Tentara berpangkat Sersan Kepala ini mengaku jika apa yang ia lakukan ini adalah untuk pengabdiaannya kepada negara, terlebih untuk agama. “Hidup itu haruslah untuk mengabdi, sebab dengan mengabdi kita bisa menjadi orang yang berguna,” ujar Rohmi, Rabu (12/3).
Ia mengatakan, mengajar ilmu merupakan panggilan hati yang tak terelakkan. “Walaupun tak banyak ilmu agama saya kuasai, namun saya wajib menyebarkan ilmu, kalau istilah pesantrennya nasyrul ilmi,” ujar tentara yang pernah nyantri selama 3 tahun di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, asuhan Mustasyar PBNU KH Maemun Zubair.
Tentara yang memiliki tiga garis bengkok berwarna kuning di lengan bajunya tersebut mengungkapkan bahwa kurang lebih tiga tahun, terhitung sejak awal tahun 2011, ia telah mendedikasikan diri sebagai guru Madrasah Diniyyah Al-Hidayah.
Rohmi menyatakan bahwa jadwal mengajarnya tidak hanya satu atau dua hari saja, namun seluruh hari keaktifan Madrasah, ia gunakan untuk menempa siswa-siswi anak didiknya.
“Saya berusaha untuk tidak meninggalkan jadwal mengajar madrasah kecuali jika memang ada kegiatan kemiliteran dan kegiatan di wilayah binaan Babinsa yang tak bisa saya ditinggalkan,” pungkasnya. (babarusyda/Asnawi Lathif/Mahbib)
EmoticonEmoticon