Senin, 07 Maret 2016

Lima Strategi Militer Perang Paling Mematikan

Perang Dunia 2 merupakan perang yang unik. Masing-masing negara mempunyai strategi mereka masing-masing untuk memenangkan peperangan. Baik di darat, laut, maupun udara para jendral, marsekal dan lakasamana saling bersaing untuk menggungguli lawan-lawannya. Berikut adalah sekilas tentang beberapa strategi militer Perang Dunia ke 2, baik yang umum diketahui maupun yang jarang disebut-sebut dalam buku sejarah:

1.Blitzkrieg (Jerman)




Blitzkrieg barangkali adalah strategi perang dunia yang paling banyak dibicarakan dan ditulis dalam buku-buku sejarah. Blitzkrieg adalah sebuah metode perang kilat dengan menggunakan pasukan bermotor (Panzer, Infantri mekanik, dan kavaleri) sebagai tulang punggung sebuah serangan. Di samping itu, koordinasi juga dilakukan dengan pasukan udara sehingga sebuah pukulan serangan dapat dilakukan dengan begitu efektif dan mematikan.Blitzkrieg dibangun dari keterbatasan jerman dalam mempersenjatai diri yang waktu masih terikat dengan beberapa perjanjian.

Ide Blitzkrieg sebenarnya sangatlah sederhana. Mencari titik lemah musuh, dan jika sudah ketemu maka di tempat itulah sebuah serangan besar-besaran dengan kecepatan tinggi dilakukan. Jika sebuah garis pertahanan sudah mampu ditembus, maka pasukan bermotor itu akan mampu mengurung lawan dari belakang garis pertahanan sehingga membuat pasukan musuh tidak mempunyai pilihan lain selain menyerah.

Nama Guderian seringkali disebut-sebut sebagai orang yang bertanggung jawab dalam membentuk strategi ini. Namun ia tidak sendiri, seorang jenius lain bernama Erich Von Manstein bahkan mempunyai andil yang lebih besar lagi. Dua orang Jendral Jerman itulah yang mencetuskan (tentu saja dengan restu Jendral-Jendral lain seperti Von Bloomberg, Rundstedt, ataupun Von Leeb) ide kombinasi perang mekanik yang belum pernah ada sebelumnya.


Konvoi panzer jerman

Blitzkrieg mempunyai banyak sekali keunggulan dimana salah satunya adalah efektivitas serangan yang membuat tenaga manusia tidak terhambur sia-sia. Namun, strategi ini sangat mengandalkan unsur suprise atau dadakan. Ketika informasi, meskipun hanya sedikit saja bocor ke pihak lawan, maka Blitzkrieg akan menjadi sebuah serangan bunuh diri, seperti yang terjadi pada pertempuran Kursk tahun 1943.

Dalam peperangan mekanis modern, prinsip-prinsip strategi Blitzkrieg masih dijalankan. Beberapa pertempuran seperti Operasi Desert Storm sangat kental akan unsur penggunaan strategi Blitzkrieg dan barangkali pertempuran-pertempuran modern di masa mendatang. Tank masih dan kemungkinan akan terus menjadi tulang punggung pasukan ke depan. Tentu saja, tank sendiri tidak bisa memenangkan perang, ia harus dikombinasikan dengan infantri, bahkan jika perlu kekuatan udara.



2.Great Patriotic Warfare/Human Wave Doctrine (Uni Soviet)

Tentara Uni Soviet Menyerbu


Pada awal peperangannya dengan Jerman, Uni Soviet sebenarnya mempunyai jauh lebih banyak peralatan perang dibandingkan dengan Jemran. Mereka mempunyai sekitar 10.000 tank, 15.000 pesawat, dan lebih dari 50.000 artileri. Namun kualitas peralatan tempur itu kalah jauh dibandingkan dengan made in Germany. Babakan awal menjadi waktu yang begitu menggenaskan bagi Soviet, satu setengah juta pasukannya menjadi tawanan dan lebih banyak lagi yang tewas. Untuk mengatasi situasi yang genting tersebut, Soviet membuat strategi Great Patriotic Warfare atau yang lebih diasosiasikan dengan Human Wave Doctrine

Pernah melihat film Enemy at The Gates? Sebuah gambaran Tentang Pertempuran Stalingrad, pertempuran terbesar sepanjang sejarah dimana tiga ratus prajurit Jerman dan sekitar dua juta pasukan Soviet tewas ‘hanya’ di satu kota. Di sana, Soviet merekrut para pemuda bahkan hingga pedalaman Pegunungan Ural. Pemuda-pemuda ini diterjunkan ke peperangan dengan pelatihan yang sangat minim, peralatan mereka jauh lebih minim lagi. Di film digambarkan bagaimana dua orang prajurit hanya diberi sepucuk senapan, ketika seorang yang membawa senapan tewas tertembak, diharapkan orang yang ada di belakangnya akan mengambil senapan dan menembak lawan.

Mengepung pangkalan jerman

Setelah kehancuran Red Army di akhir tahun 1941, Uni Soviet memang sangat kekurangan peralatan perang. Namun dengan sistem kerja paksa dan pemindahan industri besar-besaran, akhirnya Uni Soviet mampu menyusun kekuatannya kembali. Tahun 1942 merupakan tahun yang krusial bagi Soviet, karena mereka diharuskan mampu melakukan regenerasi angkatan bersenjatanya yang telah porak-poranda. Kementrian pertahanan memutuskan untuk merekrut sebanyak-banyaknya tenaga manusia untuk angkatan bersenjata. Meskipun mereka harus berangkat perang tanpa peralatan yang memadahi dan perbekalan minim.

Beruntung bagi Soviet, musim dingin tahun 1941 benar-benar membuat kekuatan Jerman kacau. Pasukan Blitzkrieg yang datang ke Rusia tanpa persiapan musim dingin yang memadahi harus bersusah payah menghadapi ‘General Winter’ yang mencekam. Tidak ada yang tahu jumlah pasti korban pasukan Jerman akibat musim dingin yang ganas itu, namun sepanjang akhir tahun 1941 hingga awal 1942 (yang nyaris hampir tidak ada pertempuran frontal besar-besaran), sekitar enam ratus ribu pasukan Jerman tewas atau luka-luka. Jumlah yang hampir seperlima dari seluruh angkatan perang Jerman yang diterjunkan ke Russia.


3.Fire Power Focus (Inggris)


Orang Inggris terkenal kolot, kaku, dan berhati-hati. Sifat mereka ini begitu kentara ketika perang sedang berkecamuk. Jendral Montgomery ketika melawan Rommel di Afrika Utara memilih untuk menahan serangan, bahkan mundur jika perlu, sekedar untuk menanti peralatan perang mereka lebih dari cukup untuk memukul mundur lawan. Ketika ia telah mempunyai lebih dari 600 pucuk meriam artileri dan sekitar 500 tank, Jendral yang terkenal menjadi singa padang pasir itu barulah melakukan pergerakan.
Montgomery memilih untuk maju setindak demi setindak dalam menghadapi Jerman. Mereka berfikir bahwa lebih baik mengorbankan logistik daripada menghamburkan sumber daya manusia. Dan memang, jika dibandingkan dengan negara lain yang terlibat aktif Perang Dunia 2, Inggris adalah negara yang paling sedikit korbannya.
Montgomery berpikir nyaris seperti para Jendral Perang Dunia I. Ia membombardir terlebih dahulu garis pertahanan Jerman sebelum serangan dilakukan, kemudin melakukan serangan secara frontal dengan menggunakan tank dan infantri yang berkedudukan saling support. Cara seperti ini memang mahal dalam biaya, namun hal itu sangat efektif untuk meminimalisir korban.

4.Carpet Bombing (USA)


Amerika, di dalam Perang Dunia ke 2 adalah negara yang paling mempunyai sumber daya baik manusia maupun alam yang paling melimpah. Amerika juga terkenal dengan sikap orang-orangnya yang tidak sabaran, selalu ingin cepat mendapatkan hasil meskipun dilakukan dengan sedikit boros dan ceroboh. Sifat-sifat itulah yang barangkali juga mewarnai sepak terjang negara ini sewaktu perang. Jika ada hasil yang mampu dicapai dengan cepat, sumber daya alam yang terbuang tidak menjadi masalah.
Selama Perang Dunia 2, Amerika memproduksi pesawat pembom jarak jauh dalam jumlah luar biasa banyak. Pesawat Pembom B25 misalnya dibuat dalam jumlah 9000 buah, belum lagi varian B17 yang dibuat dalam jumlah 12000 buah. Pesawat-pesawat itulah yang di kemudian hari sangat menentukan jalannya pertempuran di Eropa.
Carpet Bombing adalah metode pemboman secara masif dan besar-besaran pada suatu target. Satu serangan dapat melibatkan 100-300 pembom sekaligus, atau lebih. Bom yang turun dari pesawat-pesawat itu meluluh lantakan tanak sehingga hampir tidak dapat lagi dikenali keasliannya. Seakan-akan sebuah karpet diturunkan dari langit, menutupi tanah yang sebelumnya penuh dengan kehidupan.
Strategi Carpet Bombing ini sebenarnya kejam, namun tidak dipungkiri bahwa strategi inilah yang telah mempercepat jalannya Perang Dunia ke 2 dalam hitungan tahun. Di samping itu, korban jatuh (dari pihak kawan) dapat diminimalisir sekecil mungkin. Jumlah korban pemboman ini walaupun sebenarnya dapat diakses oleh publik, akan tetapi tidak pernah naik ke permukaan. Jerman dan Jepang adalah dua negara yang paling menderita hasil dari Carpet Bombing, jumlah korban di kedua negara ini mencapai angkat jutaan orang. Dan tidak pernah ada yang mau mengusut kematian para korban ini.

5.Kamikaze (Jepang)




Jepang merupakan negara yang unik, tradisi mereka akan kemiliteran sudah ada sejak jaman samurai dan terus diwariskan bahkan hingga Perang Dunia ke 2. Jepang memang mempunyai tradisi kuat tentang harga diri, mereka lebih baik mati daripada harus menanggung malu suatu kekalahan. Tradisi yang terlihat kuno ini masih saja dipraktekan sepanjang perang dunia ke 2. Beberapa garnisium yang terjebak di pulau-pulau pasifik memilih untuk melakukan Harakiri atau bunuh diri secara masal. Namun, tidak ada yang lebih destruktif dari serangan Kamikaze. Serangan dengan menabrakan pesawat ke kapal-kapal lawan.

Kamikaze atau Kami-Kaze atau Gami-Kaze mempunyai arti Angin Dewa. Idenya sederhana, meletakan cukup peledak di dalam sebuah pesawat dan kemudian menyuruh seorang pilot untuk menabrakannya ke badan kapal lawan. Mirip seperti rudal yang ada sekarang ini. Hanya saja pada waktu itu rudal roket belum atau tidak banyak digunakan, hanya Jerman saja yang mempunyai teknologi untuk itu.

Foto pilot jepang sebelum melakukan kamikaze

Mengapa Jepang sampai melakukan kamikaze? Jepang sebenarnya masih mempunyai cukup persediaan pesawat tempur pada akhir masa perang. Hanya saja, mereka tidak punya cukup sumber daya manusia untuk menerbangkannya. Melatih pilot pesawat tempur butuh waktu yang lama, apalagi di masa perang, pelatihan itu harus dilakukan secara lebih intensif lagi. Karena itulah, lebih mudah untuk melatih pilot ala kadarnya (sekedar dapat menerbangkan pesawat) dan kemudian menyuruh mereka untuk menubrukan diri ke badan lawan. Bagi pasukan Jepang di kala itu, mati untuk negara adalah sebuah kehormatan yang besar.

Sumber: Blog 5 Besar


EmoticonEmoticon