Selasa, 18 Oktober 2016

Kerjasama Militer Rusia - China dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Amerika Serikat di Asia Timur


Foto Google, Ilustrasi

Bisa dikatakan abad ini merupakan abad kekuatan alternatif yang tumbuh. Kekuatan baru tersebut umunya muncul di Eropa Timur dan Asia.

Rusia merupakan salah satu yang baru bangkit dari keterpurukan paska kehancuran Uni Soviet yang berada di Eropa Timur dan China yang mengalami tidur panjang juga mengalamai kebangkitan yang sama, sebut Heri Hidayat Makmun, analis politik dan internasional
Kedua negara ini baik secara ekonomi maupun militer mengalami kemajuan yang mengesankan. Bahkan kebangkitan China bisa dikatakan fenomenal.

Dua negara ini pada tahun 2005 yang lalu juga melakukan latihan militer bersama yang mereka beri nama "Misi Perdamaian 2005".

Simulasi perang yang dilakukan di tiga kawasan tersebut yaitu di Semenanjung Jiadong, Laut Kuning, dan pangkalan Vladivostok tersebut dilakukan selama seminggu.

Ada opsi pertama untuk melakukan latihan di Xianjian dan Zhejiang yang berdekatan dengan Taiwan, tetapi dibatalkan karena alasan terlalu provokatif.

Dalam latihan tersebut Rusia berkesempatan untuk menunjukkan teknologinya kepada China yang bakal menjadi calon konsumen utamanya dalam perdagangan perangkat perang tersebut.

Mesin perang Rusia yang diikutsertakan dalam latihan tersebut seperti TU 22M3 Bear yang merupakan pesawat pembom jarak jauh. TU95S yang digunakan sebagai pembom strategis. Kedua senjata ini mampu membawa bom konvensional dan bom nuklir.

Pesawat tempur Sukhoi 27SM dengan kemampuan rudal udara ke permukaan (air to surface) AS-15 yang mampu menjangkau 3000 km. dan Kapal serbu BDK-11 yang memiliki kemampuan antikapal selam Marshal Shaposhnikov.

China berencana akan meningkatkan anggaran militer sampai sebesar 18% dari tahun lalu sehingga mencapai sebesar 417 miliar yuan ( 59 miliar USD ), tetapi menurut pengamat berdasarkan kebiasaan China dalam menetapkan anggaran riilnya tidak dapat semata melihat anggaran angka resminya. Bisa jadi akan teralisasi sampai dua sampai tiga kali lipat dari angka resminya.

Anggaran yang besar ini akan sangat efektif jika China berkolaborasi dengan Rusia dalam suatu kerjasama militer. Bisa China hanya menjadi konsumen mesin militer Rusia saja atau bahkan China menjadi investor terhadap riset dan pengembangan teknologi militer Rusia yang potensial.

Jiang Enchu seorang juru bicara National People Congress berdalih bahwa kenaikan anggaran militer ini hanya untuk meningkatkan gaji tentara dan mengakomodasi biaya bahan bakar yang dikwatirkan meningkat.

Seperti yang diberitakan VOA bahwa pantagon melaporkan dalam laporan yang diterbitkan hari Selasa (19/08/2008), Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengatakan laju kecepatan yang dibuat China dalam mempermoderen pasukan militernya menunjukkan China kini bukan hanya mempertimbangkan hubungannya dengan Taiwan, tetapi justru China telah mengancam akan menggunakan kekuatan militernya jika Taiwan menyatakan kemerdekaan.

Masih menurut laporan itu tersebut, China kini memiliki sekitar 710 sampai 790 rudal balistik jarak-dekat, naik dari tahun lalu, dan tentunya dengan anggaran militer yang meningkat China dapat membeli TU 22M3 Bear atau TU95S Rusia yang canggih.

Tentunya bagi AS dan sekutu Asianya yaitu Taiwan dan Jepang hal ini merupakan ancaman serius. Mau tidak mau Amerika akan mengambil peran yang lebih dalam untuk membantu sekutu Asia Timurnya ini.

Bisa ditebak kerja sama militer China - Rusia akan menarik perhatian Amerika Serikat ke Asia Timur lebih dalam dari kebijakan AS sebelumnya. Sumber: Konfrontasi.com

1 komentar so far

Hemmm,,,kerjasama untuk merampas SDA Asia secara halus atau terang-terangan


EmoticonEmoticon