Setelah menempuh perjalanan selama 1 bulan 20 hari dari Perancis, KRI Spica dengan nomor lambung 934 tiba di dermaga Jakarta International Container Terminal (JITC) Tanjung Priok, pertengahan Desember 2015.
Hari ini, Selasa, 5 Januari, kelompok alumni teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada berkunjung ke kapal riset dan survei milik TNI Angkatan Laut itu.
“Kunjungan ini untuk melihat langsung perlengkapan terbaru dan kemampuan dari kapal riset dan survei bawah laut. Pengetahuan ini sangat bermanfaat untuk bahan pengajaran di kampus,” kata Abdul Basith, dosen dan sekretaris program studi di Jurusan Teknik Geodesi Geomatika yang ikut dalam kunjungan.
Rappler mengikuti kunjungan itu dan menyaksikan perlengkapan yang ada dalam kapal yang diawaki oleh 40 orang perwira dan bintara AL tersebut.
KRI Spica 934 adalah kapal kedua dengan penugasan dan kelengkapan survei bawah laut yang dimiliki TNI AL. Yang pertama dan tiba di Jakarta pada bulan Mei 2015 adalah KRI Rigel 933. Nama Spica dan Rigel diambil dari gugusan bintang sebagai pemandu navigasi di lautan.
Perjalanan KRI Spica dari dermaga PT OCEA Shipyard Company, di Kota Les Sables d’Olone, Perancis, 17 Oktober 2015, dilepas oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi.
KRI Spica 934 adalah jenis Multipurpose Research Vessel (MPRV) yang didesain khusus untuk melakukan riset hidrologi dan oseanografi. Kapal ini bisa melakukan survei bawah laut untuk keperluan hidrologi, geografi, dan perikanan.
KRI Spica 934 (dan KRI Rigel 933) dibuat oleh galangan kapal OCEA.
“Saya bisa memastikan bahwa peralatan yang ada di kapal ini adalah versi terbaru, bahkan lebih baru ketimbang yang kami gunakan di Perancis,” ujar Julian, saintis dari angkatan laut Perancis yang mendampingi awak KRI Spica dalam mengoperasikan peralatan survei yang ada.
Autonomous Underwater Vehicle (warna oranye) dan Remotely Operated Vehicle (warna kuning), mampu mendeteksi dan mencari benda di kedalaman 1.000 meter di bawah laut. Foto oleh Uni Lubis/Rappler
KRI Spica dilengkapi dengan beragam peralatan canggih, di antaranya Autonomous Underwater Vehicle (AUV) dan Remotely Operated Vehicle (ROV). ROV adalah untuk video. Kedua peralatan tersebut dapat mendeteksi dan mencari benda di dasar laut.AUV dikendalikan oleh operator di kapal dengan gelombang elektromagnetik.
Manfaatnya banyak, mulai dari mengetahui situasi dasar laut untuk keperluan riset kedalaman, kondisi dasar laut, persiapan untuk jalur kapal selam, dan potensi perikanan. Perusahaan perminyakan menggunakan AUV dan ROV untuk memetakan kondisi bawah laut sebelum melakukan eksplorasi. Khusus militer fungsinya bisa dikembangkan ke intelijen dan pengawasan.
AUV dan ROV pernah digunakan untuk keperluan Search and Rescue (SAR), termasuk ketika menemukan serpihan badan pesawat Air France 447 yang jatuh di laut Atlantikdalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris.
KRI Spica 934 dioperasikan dengan kendali serba digital dan otomatis. Foto oleh Uni Lubis/Rappler
KRI Spica dan KRI Rigel adalah kapal riset dan survei bawah laut pertama yang memiliki perlengkapan survei bawah laut yang melekat. Selama ini Indonesia memilikikapal riset Baruna Jaya yang dioperasikan BPPT dan LIPI. Tapi peralatan riset bawah laut dan pelacak sonar di kapal ini sifatnya portable, bisa dipindahkan ke kapal lain. KRI Spica dan KRI Rigel memang didesain khusus secara lengkap.
KRI Spica dilengkapi dengan shallow dan deep water multibeam echosounder, yang dapat mendeteksi sensor suara dan gerak. Juga dynamic position, alat yang dikendalikan komputer untuk mengontrol posisi dan arah kapal.
“Selama perjalanan dari Perancis ke Jakarta, kami mempelajari bagaimana mengoperasikan semua peralatan canggih ini dari anjungan, juga mengoperasikan peralatan pengolahan data,” kata Mayor TNI AL Derius Rizky, perwira di KRI Spica.
KRI Spica 934 juga dilengkapi Meriam 20 mm dan senjata otomatis untuk keperluan patroli laut. Foto oleh Uni Lubis/Rappler
Selain untuk riset dan survei bawah laut, juga SAR, KRI Spica dilengkapi dengan senjata otomatis dan meriam untuk keperluan patroli. Dalam perjalanan dari Perancis ke Jakarta, kapal ini melewati Teluk Aden di Samudera Hindia yang letaknya antara Yaman dan Somalia.
Ini jalur air terpenting bagi operasi angkutan minyak di Persia, dan dikenal berbahaya, karena banyak perompak. Empat puluh awak KRI Spica berlatih berjaga 24 jam selama tujuh hari melewati lokasi ini dalam perjalanan dari Jeddah ke India. Dari Perancis, ikut juga empat pasukan katak TNI AL dan empat teknisi dan kapten pelatih dari Perancis.
KRI Spica 934 mampu mendeteksi kandungan setiap lapisan di dasar laut, dibeli seharga 50 juta dolar AS. Foto oleh Uni Lubis/Rappler
Dua unit KRI MPRV ini dibeli senilai 100 juta dolar AS. Dibangun baru, dengan desain disesuaikan dengan kondisi perairan laut di Indonesia. Kapal riset dan survei ini berukuran panjang 60,1 meter dengan lebar 4,5 meter dan tinggi badan kapal 11,5 meter. Mampu bergerak dengan kecepatan maksimum 14 knots dan dalam keadaan melakukan survei dengan kecepatan 5-7 knots.
KRI Spica yang sandar di dermaga JICT Tanjung Priok baru mengisi bahan bakar 10 ton solar untuk perjalanan riset dan survei di Selat Sunda. KRI Rigel saat ini ada di perairan Kupang, Nusa Tenggara Timur. —Rappler.com
Home
Alat Militer
Alutista
Berita Militer
Indonesia
TNI AL
TNI Angkatan Laut Miliki Kapal Survei Bawah Laut Yang Canggih
Minggu, 14 Februari 2016
TNI Angkatan Laut Miliki Kapal Survei Bawah Laut Yang Canggih
Penulis Samil Caca
Diterbitkan 15.44
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon