TNI Angkatan Laut menyambut baik rencana pemerintah yang akan memperkuat pangkalan militer di perairan Natuna. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, mengusulkan perairan Natuna dijadikan pangkalan militer terpadu.
"Prinsipnya kalau itu kebijakan pemerintah, kami menyetujui wacana itu, kami senang, karena itu kan penguatan alutsista. Kami TNI ini hanya user, yang punya anggaran Kementerian Pertahanan," kata Kepala Sub Dinas Penerangan TNI AL, Kolonel Laut Suradi Agung Slamet kepada VIVA.co.id, Kamis, 24 Maret 2016.
Foto hanya ilustrasi
Selama ini kata Suradi, kapal patroli TNI AL terus melakukan pengamanan rutin di sekitar perairan Natuna. Selain patroli sepanjang tahun, TNI AL juga memiliki dua pangkalan TNI AL di Natuna, yang akan membantu pergerakan patroli KRI di pulau terdepan wilayah Indonesia tersebut.
"Kalau patroli, kita sepanjang tahun patroli perbatasan, keamanan laut, ada gugus tempur laut, itu setiap tahun, itu sudah ada anggarannya. Dan itu kita lakukan terus sepanjang tahun," ujar dia.
Sementara itu mengenai insiden pelanggaran kapal nelayan China dan provokasi kapal coast guard China di perairan Natuna, Suradi menjelaskan bahwa peristiwa itu kebetulan ditemui oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
"Peristiwanya pas kapal kita (TNI AL) lagi jalan. Kapal punya pemerintah KKP yang mergoki. Jadi siapa saja yang terdekat patroli kapal kita datang. Kalau pas kewalahan mereka (KKP) kontak radio, kapal TNI AL langsung reaksi cepat datang. Pas kapal kita (TNI AL) datang, kapal (nelayan) China sudah pergi," paparnya.
Selama ini kata Suradi, kapal patroli TNI AL terus melakukan pengamanan rutin di sekitar perairan Natuna. Selain patroli sepanjang tahun, TNI AL juga memiliki dua pangkalan TNI AL di Natuna, yang akan membantu pergerakan patroli KRI di pulau terdepan wilayah Indonesia tersebut.
"Kalau patroli, kita sepanjang tahun patroli perbatasan, keamanan laut, ada gugus tempur laut, itu setiap tahun, itu sudah ada anggarannya. Dan itu kita lakukan terus sepanjang tahun," ujar dia.
Sementara itu mengenai insiden pelanggaran kapal nelayan China dan provokasi kapal coast guard China di perairan Natuna, Suradi menjelaskan bahwa peristiwa itu kebetulan ditemui oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.
"Peristiwanya pas kapal kita (TNI AL) lagi jalan. Kapal punya pemerintah KKP yang mergoki. Jadi siapa saja yang terdekat patroli kapal kita datang. Kalau pas kewalahan mereka (KKP) kontak radio, kapal TNI AL langsung reaksi cepat datang. Pas kapal kita (TNI AL) datang, kapal (nelayan) China sudah pergi," paparnya.
Baca: Waspada!!! 15 Pangkalan Militer Asing Arahkan Moncong Senjatanya ke Indonesia
Suradi menganggap insiden pencurian ikan oleh nelayan negara lain memang sering ditemui di lapangan. Sekalipun sudah berulang kali diperingati, nelayan tersebut tetap nekat mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. "Mereka sudah tahu konsekuensinya. Nelayan kita juga banyak kok yang ditangkap nyari ikan di negara lain," ucap dia.
Terlepas dari insiden tersebut, penguatan alutsista TNI AL, melalui pengadaan kapal induk menjadi penting untuk operasi terpadu di wilayah-wilayah rawan terjadi pelanggaran kedaulatan negara. Namun demikian Suradi mengatakan pengadaan alutsista itu perlu mempertimbangkan banyak aspek.
"Idealnya untuk alutsista kita butuh (kapal induk), sesuai kebutuhan kita sebagai negara kepulauan. Tapi pemeliharaannya (kapal induk) luar biasa, operasionalnya. Harus disesuaikan dengan kemakmuran bangsa, aspek keuangan negara. Kalau cuma beli bisa, kelanjutannya itu bagaimana? Butuh anggaran besar," tuturnya.
Sebelumnya Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengakui rencana pembangunan pangkalan militer Indonesia di Kepulauan Natuna sudah ada sejak tahun 2015.
DPR pun sudah menyatakan dukungannya atas rencana tersebut. Anggaran pun sudah disiapkan meski terbatas di APBN 2015 dan APBN Perubahan 2016. "Dibutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp1,3 triliun dari sebelumnya sekitar Rp400 miliar," ungkapnya.
Namun, anggaran tersebut baru untuk pembangunan pangkalan militer. Belum termasuk persenjataan tiga matra TNI. Sementara untuk kebutuhan senjata, peralatan dan anggota TNI yang akan disiagakan pemerintah, masih dilakukan kajian sesuai kebutuhan. "Target 2017 harus selesai," kata Mahfudz.
Suradi menganggap insiden pencurian ikan oleh nelayan negara lain memang sering ditemui di lapangan. Sekalipun sudah berulang kali diperingati, nelayan tersebut tetap nekat mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. "Mereka sudah tahu konsekuensinya. Nelayan kita juga banyak kok yang ditangkap nyari ikan di negara lain," ucap dia.
Terlepas dari insiden tersebut, penguatan alutsista TNI AL, melalui pengadaan kapal induk menjadi penting untuk operasi terpadu di wilayah-wilayah rawan terjadi pelanggaran kedaulatan negara. Namun demikian Suradi mengatakan pengadaan alutsista itu perlu mempertimbangkan banyak aspek.
"Idealnya untuk alutsista kita butuh (kapal induk), sesuai kebutuhan kita sebagai negara kepulauan. Tapi pemeliharaannya (kapal induk) luar biasa, operasionalnya. Harus disesuaikan dengan kemakmuran bangsa, aspek keuangan negara. Kalau cuma beli bisa, kelanjutannya itu bagaimana? Butuh anggaran besar," tuturnya.
Sebelumnya Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengakui rencana pembangunan pangkalan militer Indonesia di Kepulauan Natuna sudah ada sejak tahun 2015.
DPR pun sudah menyatakan dukungannya atas rencana tersebut. Anggaran pun sudah disiapkan meski terbatas di APBN 2015 dan APBN Perubahan 2016. "Dibutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp1,3 triliun dari sebelumnya sekitar Rp400 miliar," ungkapnya.
Namun, anggaran tersebut baru untuk pembangunan pangkalan militer. Belum termasuk persenjataan tiga matra TNI. Sementara untuk kebutuhan senjata, peralatan dan anggota TNI yang akan disiagakan pemerintah, masih dilakukan kajian sesuai kebutuhan. "Target 2017 harus selesai," kata Mahfudz.
Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/
EmoticonEmoticon